About

Diberdayakan oleh Blogger.

Advertise Here

Gadgets

Dampak Orang Humoris


 Orang yang humoris atau bahasa gaolnya 'suka ngelucu' banyak disukai oleh teman-temannya, entah itu teman yang benar benar suka lawakan atau teman yang ngikut temannya yang suka lawakan. Dilihat dari kasat mata, orang humoris terlihat gembira dengan bibir manyun kemana-mana, dan mulut bau permen relaxa. Namun dibalik itu semua terdapat 'kesengsaran' yang mengikutinya. Banyak mengira orang humoris itu orang yang santai, rileks, tapi kenyataan mereka akan panik juga kalo kandang ayam mereka kebakaran atau kucing peliharaannya beranak lagi.

 Semua hal diatas terjadi pada gue. Gue dianggap humoris oleh lingkungan pergaulan gue sejak menginjak bangku TK. Dimana humor pertama gue saat TK, sangat mirip dengan kartun tom and jerry saat itu. Seperti pura-pura jatuh keinjek kulit pisang (padahal tak ada kulit pisang saat itu). Hal tersebut membuat teman sebaya gue (saat TK) tertawa mengeluarkan semuar isi perutnya, membuat diri gue juga senang. Itu adalah lawakan high class pada zamanya. Memasuki persekolahan SD, bakat humor gue sedikit mereda ketika masuk pertama kali. Gue lebih terlihat seperti anak mami dengan potongan rambut rapi disamping, dan bedak menghiasi kedua pipi. Gue bahkan kalah lucu oleh anak nakal ingusan yang lawakannya menghina sesama anak ingusan. Gue lebih sering menunjukkan wajah kasihan bagai anak yang selalu disiksa oleh ibu tirinya. Namun, beberapa tahun pelajaran berlalu. Memasuki kelas 3 SD, gue udah mulai humoris lagi. Meskipun saat itu harga diri gue jatuh dan ternoda karena kasus "Mematahkan gagang serok kelas". Bahkan gue melantik grup lawak (secara ilegal) yang beranggotakan tiga orang, termasuk gue sendiri. Gue berharap grup itu akan membawa kebahagian dan keceriaan bagi setiap orang yang dilewatinya, namun grup gue lebih terlihat seperti grup anak banci yang baru disunat.
gambar : seperti inilah mungkin deskripsi grup lawak gue

 Masa masa SD yang agak menghororkan bagi gue berakhir. Masuklah gue ke MTS. Dimana gue makin menjadi orang yang lucu disana. Menjadi sumber lawakan dikelas saat itu. Hal itu berlanjut hingga gue masuk SMA. Penderitaan yang dialami orang humoris adalah ketika elo masih diketawain saat elo mulai serius. Contohnya terjadi pada percakapan berikut ini.
 Seseorang manusia : "eh ada yang bisa soal nomor 12 gak?"
Gue : "oh ini, gue bisa nih"
Seseorang manusia bengis : "ya iyalah elo bisa, ngerjain persoalan hidup yang diberikan Tuhan aja bisa, hahahaha" 
 Manusia bengis itu tertawa sinis dengan muka kayak Prabu Amuk Marunggul di sinetron Raden Kian Santang. Percakapan tersebut pun dilanjutkan tanpa adanya kehadiran gue.
 Penderitaan lainnya adalah saat elo mulai serius tapi itu dianggap materi lawakan. Kejadian ini begitu memilukan, hal ini tak bisa diobati dengan mendengarkan lagu lagu galau Kerispatih apalagi lagu Boyband.
"Eeeeh, bu guru datang!!!" gue berlari ke dalam kelas dengan wajah bagai bos mafia pada umumnya.
"Ohh, bilangin guru dilarang masuk" dijawab dengan wajah berhias senyuman sinis seperti tokoh penyihir jahat pada dongeng pengantar tidur.
 Lalu beberapa saat kemudian Bu Guru benar benar datang, seperti apa yang di informasikan. Murid murid yang tadinya asik ngegosip dan yang main ular tangga menjadi panik.
" Bu gurunya adakan, tadi gue lihat dia didepan uks sebelum kesini" kata gue dengan wajah detektif conan baru saja menemukan celana barunya.
"kenapa elo gak bilang!"
"tapi tadi..."
"harusnya elo bilang dong"
"kan tadi gue..."
"kalo elo bilang, mungkin gue gak bakalan kalah poker tadi"
 Orang humoris itu pun dijadikan tersangka utamanya.


 Perilaku gue sebagai orang humoris dikalangan pergaulan remaja SMA menjadi sangat terkenal ketika gue dipilih secara langsung dan dipaksakan mengisi stand up comedy acara perpisahan. Berjalan cukup sukses pada saat itu. Nama gue langsung terkenal meski tak seterkenal para personil band yang diundang saat perpisahan. Meskipun sehari sebelum gue tampil, gue berkeinginan ada sekelompok orang yang mendatangi rumah gue dan mengasingkan gue ke rengasdengklok. Dampaknya bagai efek domino di pagi hari raya, gue tiap kali ketemu teman sering nyapa dengan : "stand up dong! stand up!", "ajarin dong biar lucu!", atau yang lebih aneh lagi "nanti stand up yah diacara nikahin gue" , sejak kapan sih stand up comedy mengalahkan permintaan orkes dangdut acara nikahan!.
 Sapaan tersebut begitu sering, tak tau dimana dan kapan gue berada. Bahkan di warung sekolah (sebut saja kantin) dimana yang sering terdengar biasanya :
 "udah makan belom??"
berganti menjadi :
"udah stand up belom??"
 Seperti itulah kiranya penderitaan yang tak diketahui oleh yang dihibur oleh mereka. Terkadang gue juga mau dihibur, tak selalu menjadi penghibur apalagi penghibur malam. 


1 komentar: